Tsunami, Ganja, Cambuk & Serambi Mekkah


Judul yang lumayan keras untuk sebuah artikel di blog pribadi. Sudah sebulan lebih aku hidup jauh dari rumah. Merantau. Memang aku tidak sendiri, UIN Jakarta sudah sangat familiar dengan anak-anak Aceh yang mengambil ranah jurusan agama. Tahun ini ada sekitar 40 anak Aceh yang belajar disini, dan kebanyakan dari mereka bernaung di jurusan agama. Maka, tinggal-lah aku sendiri di jurusan Psikologi. Sebagai anak Aceh, aku sangat mudah dikenali. Ada yang mengenaliku ketika aku berbicara, dan ada yang mengenaliku hanya dengan memperhatikan bentuk wajahku. Katanya mirip abang-abang Saman di sekolah mereka. Aku baru sadar, bahwa Saman sendiri sangat dilestarikan oleh orang-orang disini. Aku merasa sedikit menyesal kenapa dulu aku tidak suka dan tidak mempelajarinya.

Kembali kepada judul. Tsunami, Ganja, Cambuk dan Serambi Mekkah. 4 kategori kata tersebut masuk dalam nominasi pertanyaan yang paling sering diajukan kepadaku. Tentunya aku siap menanggapi semua itu.

Tsunami 2004 silam meninggalkan duka yang amat dalam bagi rakyat Aceh dan juga Indonesia. Aku merasa terharu dan senang ketika beberapa teman merasa ingin tahu tentang Tsunami yang terjadi di Aceh. Aku merasa bahwa setidaknya walaupun mereka tidak merasakannya langsung, tetapi mereka bersimpati dan ingin berbagi kenangan duka tersebut. Pernah sekali, di kelas bahasa Indonesia. Aku ditunjuk untuk maju dan menceritakan tentang bencana Tsunami yang menimpaku serta sebagian besar masyarakat Aceh. Aku merasa sangat siap untuk ini. Aku maju kedepan dengan semangat, dan mulai merangkai kata serta menyusun kejadian demi kejadian serunut mungkin supaya mudah dimengerti. "Beruntunglah kalian, mendapat cerita dari sumber terpercaya. Korban tsunami itu sendiri" Gumamku dalam hati. Cerita kumulai dengan baik, perlahan-lahan menuju klimaks kejadian dan di akhiri dengan tangisan beberapa teman di kelas. Cukup syahdu melihat air mata mereka. Memberiku beberapa saat untuk mengingat dan mengenang nenek, bibi dan saudara-saudaraku yang direnggut Tsunami.

Bagaimana dengan ganja? Beberapa orang juga tidak kalah sering menanyakan itu kepada ku. Padahal aku sendiri belum pernah memegang atau melihatnya langsung. Tapi memang diakui, ganja Aceh yang terbaik. Tanyakan saja pada Bob Marley atau Pablo Escobar tentang itu. Kalau saja pada masa mereka online shopping  sudah mulai populer, aku yakin mereka dengan senang hati memberi bintang 5 serta ulasan "Barang bagus, sesuai gambar. Packing ok. Kualitas terbaik. Ganja Aceh" setelah memesan 2 kg ganja langsung dari pelapak asal Aceh. Haha, lupakanlah itu teman. Aceh lebih dari segenggam ganja.

Begitu juga dengan Cambuk dan embel-embel Serambi Mekkah. Padalah untuk bagian ini aku lebih suka berbicara dengan forum debat dan diskusi. Tetapi kenyataannya tidak. Yang orang-orang tanyakan "Eh, kalau di Aceh, anak cewek pake celana langsung ditangkap ya?". Tentu tidak. Yang langsung ditangkap itu kalau tidak pakai apa-apa.

Aku menikmati semua pertanyaan-pertanyaan itu. Asik dan bisa membuka ide pembicaraan ketika kumpul bareng. Hal itu membuat kebanggaanku dan kerinduanku akan tanah Aceh terus tumbuh smapai bulan Ramadhan tahun depan. Semoga aku bisa cepat pulang menjenguk dan bertemu keluargaku.

#Gerakanpulangsetahunsekali

Musim organisasi eksternal kampus mencari kader
Jakarta, 16 September 2018
Kahfi rafsanjani

Komentar